Pemerintah Thailand pada Jumat mengumumkan status darurat militer di delapan provinsi yang berada di perbatasan dengan Kamboja di tengah eskalasi ketegangan antara kedua negara tersebut.
Pengumuman itu disampaikan oleh Komando Pertahanan Perbatasan Thailand di Provinsi Chanthaburi dan Trat.
"Komando pasukan pertahanan perbatasan di Provinsi Chanthaburi dan Trat mengumumkan darurat militer di sejumlah daerah di provinsi tersebut, yang segera berlaku setelah Kamboja menggunakan kekuatan untuk menginvasi Thailand di sepanjang perbatasan," demikian menurut pernyataan komando pertahanan, sebagaimana dikutip lembaga penyiaran PBS, Jumat (25/7/2025).
Baca Juga:
Fakta Baru Perang Thailand-Kamboja, Lebih dari 100 Ribu Warga Mengungsi
Pasukan Thailand dan Kamboja bentrok pada Kamis (24/7) dini hari waktu setempat di wilayah perbatasan yang disengketakan kedua negara.
Awalnya, terjadi baku tembak antara pasukan darat, yang kemudian meningkat intensitasnya.
Ketegangan di perbatasan sebenarnya telah mereda sejak Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan putusan pada 2013 terkait sengketa wilayah. Namun, insiden tewasnya seorang tentara Kamboja pada Mei lalu kembali memicu bara.
Baca Juga:
DK PBB Segera Gelar Rapat Darurat Bahas Konflik Thailand-Kamboja
Puncaknya, Kamis kemarin, konflik memburuk setelah Thailand mengusir duta besar Kamboja dan menarik utusannya dari Phnom Penh. Kamboja membalas dengan menurunkan hubungan diplomatik ke 'tingkat terendah', menyisakan hanya satu diplomat di Thailand.
Situasi genting ini membuat Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menggelar sidang darurat. Pertemuan yang dijadwalkan Jumat malam waktu New York itu, menurut sumber diplomatik, akan berfokus pada upaya mencegah eskalasi lebih lanjut.
Amerika Serikat, Uni Eropa, Prancis, dan China pun tak tinggal diam. Mereka kompak menyerukan agar konflik segera diakhiri. Mereka menyatakan keprihatinan mendalam dan mendorong kedua belah pihak untuk kembali ke meja dialog.
Baca Juga:
Macron: Prancis bakal Akui Palestina September 2025
"Situasi ini harus ditangani dengan tenang dan melalui jalur diplomasi. Semua pihak harus menahan diri," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China seperti dikutip Xinhua.